Perjalanan masih berlanjut. Sang dewi menoleh ke belakang, ke sisi tengah mobil.
"Upss..!", sadarku. Aku baru menyadari betapa berantakaannya sisi tengah mobil tersebut. Ada jaket yang tergeletak tak beraturan, sebagian masih berada di atas kursi, sedang sebagian lainnya sudah terjuntai menyentuh dasar lantai mobil. Ada juga sebuah novel tebal dengan posisi terbuka tp menelungkup dengan halaman yg terlipat-lipat, semakin menambah kesan tidak rapi. Kemudian ada keranjang kain berisi dua buah modul tebal yang merupakan materi training-ku sebulan lalu, tergeletak menyebar begitu saja, sehingga semakin memperunyam pandangan untuk mata. Dan ada sebuah tas kecil biru, yg memang selalu ku bawa kemana mana, yg makin mempersempit ruang yg sudah sempit dan pengap. Tak lupa sepasang sepatu, dengan kaos kaki yg menyembul keluar, semakin memperburuk keadaan dan memberi kesan kotor.
Sepertinya akan selalu ada benda-benda dalam dunia nyata yg ikut terbawa kedalam dunia mimpi seseorang. Jaket,novel,tas,sepatu,,,itu semua persis dengan apa yg kumiliki di dunia nyata. Sayangnya, peran mereka saat ini, malah kurang menguntungkan, pikirku..
Ingin rasanya aku menjentikkan jari dan mengucapkan "sim salabim" agar tiba tiba sisi tengah tersebut bersih dan rapi seketika, sekejap mata seperti cerita di negeri 1001 malam. Tapi ternyata mantra tersebut tak ampuh untuk mimpi kali ini. Hanya terlintas satu kata dari mulutku, "Gudang" ucapku. "Sisi tengah mobil tersebut memang sebagai gudang, agar gampang and simple, tidak perlu repot untuk mengatur barang. Bukankah di tiap rumah harus ada gudang? Nggak salah kan?"
Terlihat ekspresi tidak puas dari wajahnya. Dengan sedikit kecewa dan menghela nafas pendek, dia diam saja. Mungkin berusaha mencerna dan memahami, tapi tetap dengan prasangka tidak senang, dan sekali lagi, rona wajah kecewa yg sengaja ditampakkan nya. Andai benar aku supir pada peran mimpiku kali ini, mungkin rona wajah tersebut artinya dia siap siap akan memecatku...
Dia kemudian mengambil novel yg terlipat menelungkup tersebut, merapikan, dan menaruh ke pangkuannya. Tercetak "Sarjana Muda" pada cover novel tersebut. Dia mulai membuka halaman pertama, diam sejenak, agak kaget, kemudian dia berusaha menahan rasa suka cita..
"Pas tgl 6* Maret ya launchingnya?"tanyanya.
Aku tiba tiba ingat, di halaman pertama novel tersebut memang ada tulisan tangan "Launching Novel, Gramedia Matraman, 6* Maret 2011", beserta tanda tangan dua penulis novel tersebut.
"Iya,,," jawabku. "Pernah kenal dengan salah satu penulisnya, jd ketika launching, saya datang"
"Hoo..",balasnya. "Pas banget dengan hari -H gw ya" sambungnya, dengan sedikit malu dihiasi dengan senyum simpul menawan.
"Maksudmu? Dirimu Piscess?"tanyaku. Dia mengangguk. "Wah...sama ya, saya juga Piscess..."sambutku.
"Dua orang piscess adalah dua orang yg cocok ya? Cocok untuk saling memahami, saling berbagi, saling mengerti, dan saling bertukar pikiran. Pasti dua org Piscess bisa menjadi sahabat baik dan baik sekali, plus akrab dan intim. Tapi sayangnya, dua org piscess bukanlah pasangan yg ideal untuk saling melengkapi. Bukan pasangan ideal untuk berjalan beriringan, dalam satu ikatan. Dua orang Piscess,mgkn akan tetap menjadi dua orang. Tidak untuk bersatu dan menyatu"
"Masa?" tanya-nya...
"As far as i know, ya begitulah...."jawabku.
Aku menghela nafas dalam lamunanku. Kenyataan dalam mimpi. Kenyataan bahwa kami sama. Dan sama tak akan melengkapi. Sama hanya akan saling menggantikan. Sama tak akan saling mengisi. Sama malah bisa saling meniadakan. Sesama Piscess di mimpi kali ini hanya mempertegas bahwa mungkin benar, aku bukan peran utama dalam mimpiku kali ini. Mungkin, sekali lagi aku harus meyakinkan diri, bahwa aku hanya seorang supir. Dan tak mungkin berperan sebagai pangeran pendamping para Dewi...
"Ahh...Andaikan saja dirimu Libra.. seperti wanita itu...wanita yg tulisan tangan-nya baru saja kamu baca pada novel tersebut..." kenangku.
"Launching Novel, Gramedia Matraman, 6* Maret 2011"....