"Msh lama sampai Bandung?"
Pertanyaan-nya memecah kesunyian. Sesaat memang hening tadi, tanpa pembicaraan, hanya terdengar lagu lembut Dido yg mengiringi. Mgkn karena aku terlalu konsentrasi menyetir dengan kecepatan cukup tinggi, hingga kami diam sejenak. Berhati hati dan mencegah sesuatu hal buruk terjadi selama dalam perjalanan.
Ternyata Bandung!
Aku baru menyadari tujuan kami. Padahal baru bulan Maret lalu aku ke Bandung, menghadiri wisuda salah seorang saudara sepupuku. Mungkin karena terlalu singkat, hanya sehari, pergi pagi dan pulang malam, akibatnya memori tentang Bandung masih membekas di alam bawah sadarku, dan hasilnya.. hari ini Bandung kembali terbawa dalam mimpi.
Aku menatap selintas jalanan untuk memastikan apakah kami benar benar sedang menuju Bandung. Ada sebuah papan petunjuk arah. Tertulis, Bandung 60 km.
Aku memberitahu dan menengadahkan pandangan ke arah papan petunjuk tersebut, agar dia mengetahui. Aku kira dia bisa mengkonversi jarak menjadi waktu berdasarkan kecepatan, untuk menjawab sendiri pertanyaannya.
"Coba lihat deh,,jarak ke Bandung tinggal 60 km lagi. Dengan kecepatan kita sekitar 90 km/jam, berarti bisa di hitung kan berapa lama lagi kita akan sampai Bandung?"tanyaku kepadanya.
Dia kaget dan bingung. "Duh.. jgn disuruh hitung-hitungan donk. Otak gw ga nyampe klo masalah hitung-hitungan kaya' begini", jawabnya, dengan muka kesal dan memanjakan diri, minta dimaklumi.
Aku tak memberi jawaban apapun, lucu aja dan hanya tersenyum menahan tawa, kemudian memperlihatkan mimik menertawakan kepadanya.
Dia merasa begitu kalut, terjebak oleh pertanyaannya sendiri dan seolah sedang terpojok, terkuak kelemahannya. Akibatnya, dia tidak mau menyerah. Sepertinya dia tidak ingin terlihat lemah di hadapanku. Dia tetap berusaha menghitung dan menjawab. "40 menit lagi ya?"jawabnya.
Entah dapat angka darimana dia menjawab. Aku rasa angka dlm perhitungan sudah cukup bulat. Kelipatan tiga semua, baik itu jarak, kecepatan dan waktu dalam menit. Tidak terlalu sulit harusnya untuk menjawab. Apa benar dia seorang dewi? Karena dewi dalam bayanganku, tak seharusnya selemah ini.
"25 menit lagi ya?" dia terus gigih menjawab, dan mungkin dari tadi dikepala-nya berputar angka angka.
Aku malas untuk mengiyakan ataupun memberi jawaban. "Ya, sekitar itulah", jawabku, agar dia berhenti menghitung dan memuaskan dirinya. Tp dia msh terus menghitung.
"20 menit lagi!" jawabnya dengan percaya diri.
Ada kegigihan, ada keuletan, dan ada usaha. Aku menghargainya, setidaknya di akhir jawaban, entah apakah benar berdasarkan perhitungan atau hanya tebakan, dia berhasil menjawab dengan tepat.
Walaupun begitu, dia tak lagi terlihat sebagai dewi yg serba sempurna. Aku mulai mencoba memandangnya sebagai manusia biasa, yang wajar bila tak sempurna...
Pertanyaan-nya memecah kesunyian. Sesaat memang hening tadi, tanpa pembicaraan, hanya terdengar lagu lembut Dido yg mengiringi. Mgkn karena aku terlalu konsentrasi menyetir dengan kecepatan cukup tinggi, hingga kami diam sejenak. Berhati hati dan mencegah sesuatu hal buruk terjadi selama dalam perjalanan.
Ternyata Bandung!
Aku baru menyadari tujuan kami. Padahal baru bulan Maret lalu aku ke Bandung, menghadiri wisuda salah seorang saudara sepupuku. Mungkin karena terlalu singkat, hanya sehari, pergi pagi dan pulang malam, akibatnya memori tentang Bandung masih membekas di alam bawah sadarku, dan hasilnya.. hari ini Bandung kembali terbawa dalam mimpi.
Aku menatap selintas jalanan untuk memastikan apakah kami benar benar sedang menuju Bandung. Ada sebuah papan petunjuk arah. Tertulis, Bandung 60 km.
Aku memberitahu dan menengadahkan pandangan ke arah papan petunjuk tersebut, agar dia mengetahui. Aku kira dia bisa mengkonversi jarak menjadi waktu berdasarkan kecepatan, untuk menjawab sendiri pertanyaannya.
"Coba lihat deh,,jarak ke Bandung tinggal 60 km lagi. Dengan kecepatan kita sekitar 90 km/jam, berarti bisa di hitung kan berapa lama lagi kita akan sampai Bandung?"tanyaku kepadanya.
Dia kaget dan bingung. "Duh.. jgn disuruh hitung-hitungan donk. Otak gw ga nyampe klo masalah hitung-hitungan kaya' begini", jawabnya, dengan muka kesal dan memanjakan diri, minta dimaklumi.
Aku tak memberi jawaban apapun, lucu aja dan hanya tersenyum menahan tawa, kemudian memperlihatkan mimik menertawakan kepadanya.
Dia merasa begitu kalut, terjebak oleh pertanyaannya sendiri dan seolah sedang terpojok, terkuak kelemahannya. Akibatnya, dia tidak mau menyerah. Sepertinya dia tidak ingin terlihat lemah di hadapanku. Dia tetap berusaha menghitung dan menjawab. "40 menit lagi ya?"jawabnya.
Entah dapat angka darimana dia menjawab. Aku rasa angka dlm perhitungan sudah cukup bulat. Kelipatan tiga semua, baik itu jarak, kecepatan dan waktu dalam menit. Tidak terlalu sulit harusnya untuk menjawab. Apa benar dia seorang dewi? Karena dewi dalam bayanganku, tak seharusnya selemah ini.
"25 menit lagi ya?" dia terus gigih menjawab, dan mungkin dari tadi dikepala-nya berputar angka angka.
Aku malas untuk mengiyakan ataupun memberi jawaban. "Ya, sekitar itulah", jawabku, agar dia berhenti menghitung dan memuaskan dirinya. Tp dia msh terus menghitung.
"20 menit lagi!" jawabnya dengan percaya diri.
Ada kegigihan, ada keuletan, dan ada usaha. Aku menghargainya, setidaknya di akhir jawaban, entah apakah benar berdasarkan perhitungan atau hanya tebakan, dia berhasil menjawab dengan tepat.
Walaupun begitu, dia tak lagi terlihat sebagai dewi yg serba sempurna. Aku mulai mencoba memandangnya sebagai manusia biasa, yang wajar bila tak sempurna...
No comments:
Post a Comment